Gus Dur: Islam dan Hak Asasi Manusia
Berikut adalah salah satu artikel yang terdapat dalam buku Islamku Islam Anda Islam Kita. Buku dengan kata pengantar dari Dr.M.Syafi’i Anwar ini terbitan The Wahid Institute, 2006.
Tulisan-tulisan yang menyatakan Islam melindungi Hak Asasi Manusia (HAM), seringkali menyebut Islam sebagai agama yang paling demokratis. Pernyataan itu, seringkali tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi. Justru di negeri-negeri muslim-lah terjadi banyak pelanggaran yang berat atas HAM, termasuk Indonesia. Kalau kita tidak mengakui hal ini, berarti kita melihat Islam sebagai acuan ideal namun sama sekali tidak tersangkut dengan HAM. Dalam keadaan demikian, klaim Islam sebagai agama pelindung HAM hanya akan terasa kosong saja, tidak memiliki pelaksanaan dalam praktek kehidupan.
Di sisi lain, kita melihat para penulis seperti Al-Maududi, seorang pemimpin muslim yang lahir di India dan kemudian pindah ke Pakistan, justru tidak mempedulikan hubungan antara Islam dan HAM. Bahkan, baginya hubungan antara Islam dan Nasionalisme justru tidak ada. Nasionalisme adalah ideologi buatan manusia, sedangkan Islam adalah buatan Allah Swt. Bagaimana mungkin mempersamakan sesuatu buatan Allah Swt dengan sesuatu buatan manusia? Lantas, bagaimanakah harus diterangkan adanya hubungan antara perkembangan Islam dalam kehidupan yang dipenuhi oleh tindakan-tindalan manusia? Al-Maududi tidak mau menjawab pertanyaan ini, sebuah sikap yang pada akhirnya menghilangkan arti acuan yang digunakannya.
Bukankah Liga Muslim (Muslim League) yang didukungnya adalah buatan Ali Jinnah dan Liaquat Khan, yang kemudian melahirkan Pakistan, tiga kali berganti nama antara Republik Pakistan dan Republik Islam Pakistan? Bukankah ini berarti campur tangan manusia yang sangat besar dalam pertumbuhan negeri muslim itu? Dan, bagaimanakah harus dibaca tindakan Jendral Pervez Musharraf yang pada bulan lalu telah memenangkan kepresidenan Pakistan melalui plebisit, bukannya melalui pemilu? Dan bagaimana tuduhan-tuduhannya, bahwa para pemuka partai politik, termasuk Liga Muslim, sebagai orang-orang yang korup dan hanya mementingkan diri sendiri?
Banyak negeri-negeri muslim yang telah melakukan ratifikasi atas Deklarasi Universal HAM, yang dikumandangkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam tahun 1948. Dalam deklarasi itu, tercantum dengan jelas bahwa berpindah agama adalah Hak Asasi Manusia. Padahal fiqh/hukum Islam sampai hari ini masih berpegang pada ketentuan, bahwa berpindah dari agama Islam ke agama lain adalah tindak kemurtadan (apostacy), yang patut dihukum mati. Kalau ini diberlakukan di Indonesia yang berpindah agama dari Islam ke Kristen sejak tahun 1965, haruslah dihukum mati. Dapatkah hal itu dilakukan? Sebuah pertanyaan yang tidak akan ada jawabannya, karena jika hal itu terjadi merupakan kenyataan yang demikian besar mengguncang perasaan kita.
Bukankah Liga Muslim (Muslim League) yang didukungnya adalah buatan Ali Jinnah dan Liaquat Khan, yang kemudian melahirkan Pakistan, tiga kali berganti nama antara Republik Pakistan dan Republik Islam Pakistan? Bukankah ini berarti campur tangan manusia yang sangat besar dalam pertumbuhan negeri muslim itu? Dan, bagaimanakah harus dibaca tindakan Jendral Pervez Musharraf yang pada bulan lalu telah memenangkan kepresidenan Pakistan melalui plebisit, bukannya melalui pemilu? Dan bagaimana tuduhan-tuduhannya, bahwa para pemuka partai politik, termasuk Liga Muslim, sebagai orang-orang yang korup dan hanya mementingkan diri sendiri?
Banyak negeri-negeri muslim yang telah melakukan ratifikasi atas Deklarasi Universal HAM, yang dikumandangkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam tahun 1948. Dalam deklarasi itu, tercantum dengan jelas bahwa berpindah agama adalah Hak Asasi Manusia. Padahal fiqh/hukum Islam sampai hari ini masih berpegang pada ketentuan, bahwa berpindah dari agama Islam ke agama lain adalah tindak kemurtadan (apostacy), yang patut dihukum mati. Kalau ini diberlakukan di Indonesia yang berpindah agama dari Islam ke Kristen sejak tahun 1965, haruslah dihukum mati. Dapatkah hal itu dilakukan? Sebuah pertanyaan yang tidak akan ada jawabannya, karena jika hal itu terjadi merupakan kenyataan yang demikian besar mengguncang perasaan kita.
Klik ini untuk kelanjutannya