gravatar

Langit Bosscha Tidak Jernih Seperti Dulu


Bandung - Mendengar nama Bosscha, ingatan langsung melayang ke observatorium terbesar se-Indonesia, di Lembang, Bandung. Namun kini tingkat polusi yang tinggi di langit Bandung mengganggu pengamatan bintang di Bosscha.

Boscha merupakan observatorium tertua di tanah air yang didirikan Karel Albert Rudolf Bosscha. Warga negara Belanda ini bukanlah astronom, melainkan pengusaha kaya. Observatorium itu diresmikan pada 1923.

Pada 18 Oktober 1951, Nederlandsch-Indische Sterrenkundige Vereeniging (NISV) atau Perhimpunan Bintang Hindia Belanda menyerahkan obervatorium tersebut kepada pemerintah RI. Pada 2008, Bosscha dinyatakan sebagai obyek vital sama seperti halnya Candi Borobudur.

Awalnya, Bosscha memiliki dua teropong, yakni teropong Refraktor Ganda
Zeiss dan Bamberg. Keduanya masih dalam kondisi bagus dan merupakan teropong
terbesar yang ada di observatorium tersebut. Seiring waktu, fasilitas yang ada di Bosscha semakin bertambah dan canggih. Aktivitas pengamatan tata surya pun menjadi lebih berkembang.

Antara lain, di Bosscha kini dipasang teleskop Reflektor Schmidt "Bima Sakti". Ada pula 3 teleskop matahari, yakni Alpha, Calcium, dan White Lights. Teleskop ini bisa dipakai untuk mengamati bintik-bintik hitam matahari. Fasilitas baru lainnya adalah teleskop hilal yang digunakan untuk menentukan tanggal datangnya Bulan Ramadan.

Akan tetapi, aktivitas pengamatan tata surya di observatorium Bosscha tidak
semudah seperti pertama kali didirikan atau setidaknya sebelum tahun 1980. Mulai tahun 1980-an, tingkat polusi di atas Lembang sudah sangat terasa.

"Dampaknya luar biasa. Polusi menyebar, sehingga kedalaman langit yang bisa
dilihat makin berkurang. Dulu bisa 15 magnitudo, sekarang bisa 10-11 saja sudah hebat," kata Direktur Bosscha Taufik Hidayat di Obesevatorium Bosscha, Kamis (10/12) yang lalu.

Menurut Taufik, dahulu observatorium Bosscha dikelilingi oleh perkebunan dan
perternakan. Kini, daerah yang berada di ketinggian 1320 meter di atas permukaan laut (mdpl) tersebut telah dikembangkan menjadi daerah wisata yang masif dengan banyak hotel.

"Seharusnya ada ketentuan zonasi bahwa Lembang menjadi kawasan hutan lindung. Hutan yang habis juga memudahkan terbentuknya turbulensi udara di atas Lembang," lanjut dia.

Karena itu, Taufik menginginkan kawan Bosscha dikembalikan seperti sedia kala. Pemerintah daerah dimintanya untuk melakukan penataan ulang daerah Lembang menjadi kawasan observatori.

"Tahun 2007 sebetulnya sudah ada Perda. Sudah ada instrumen hukum untuk
melindungi Bosscha, namun belum menjadi sebuah ketentuan hukum," pungkasnya.

Sumber= http://www.detiknews.com/read/2009/12/13/175232/1259277/10/langit-bosscha-tidak-jernih-seperti-dulu?881103605

Popular Posts