gravatar

Menang Tapi Dianggap Bisa Memalukan


Jakarta - Qory Sandioriva begitu sumringah ketika menerima mahkota Putri Indonesia disematkan di kepalanya. Gadis berusia 20 tahun asal Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) tersebut merasa bangga karena bisa menyingkirkan gadis-gadis cantik dari provinsi lainnya di seluruh Indonesia.

Namun belakangan, keikutsertaan Qori yang mewakili NAD dipersoalkan. Pasalnya, dara keturunan Aceh yang lahir di Jakarta itu, tidak mengenakan pakaian yang diwajibkan bagi masyarakat Aceh, salah satunya harus berjilbab. 

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Pemprov NAD Bustanul Arifin saat dihubungi detikcom menyatakan, sesuai Qanun Pasal 11 Tahun 2003, setiap warga
Aceh diwajibkan memakai pakaian muslimah, bagi perempuan.

"Kalau Qori tidak mengenakan jilbab berarti dia tidak pantas mengaku sebagai utusan dari Aceh. Karena kalau orang Aceh atau utusan dari Aceh harus mengikuti
aturan yang berlaku di sini," kata Arifin.

Dijelaskan Arifin, aturan yang dibuat di Aceh bukan berarti masyarakat tidak bisa berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan yang bersifat nasional. Hanya saja,
dalam even-even tertentu Pemprov NAD memang tidak mengirimkan delegasinya lantaran ada aturan yang mengikat warganya. Misalnya dalam kegiatan olahraga,
renang dan voli.


Di dua cabang olahraga tersebut pemerintahan Aceh telah menetapkan tidak akan mengirimkan atlet-atlet wanitanya karena hal tersebut bertentangan dengan Qanun syariat, karena harus membuka sebagian aurat.

Adapun even hiburan yang bisa ditoleransi hanyalah even menyanyi yang masih memungkinkan bagi perempuan Aceh untuk memakai jilbab. "Kalau kontes Putri Indonesia kan pesertanya harus melepas jilbab dan berpakaian minim. Ini jelas melanggar norma masyarakat Aceh," tegas Arifin.

Namun Qory Sandioriva, Puteri Indonesia 2009, punya alasan lain kenapa dirinya tidak berjilbab. Menurutnya, usai acara Final Putri Indonesia, dirinya sudah
mendapat restu dari para ulama untuk tidak berjilbab di Puteri Indonesia 2009.

"Saya menanggalkan jilbab seiizin ulama dan pemprov. Semoga alasan saya bisa diterima," begitu kata Qori kepada wartawan usai acara pemilihan.

Namun izin yang diakui Qori telah dikantonginya, dibantah Pemprov NAD. Menurut Wakil Gubernur Aceh Muhammad Nazar SAg Pemprov NAD tidak pernah memberikan
rekomendasi kepada Qory menjadi wakil Aceh dalam ajang Pemilihan Putri Indonesia 2009.

Saat dihubungi detikcom, Nazar mengaku dalam waktu dekat akan menemui Qori jika yang bersangkutan datang ke Aceh. Dalam pertemuan itu Nazar ingin menanyakan
tentang keikutsertaannya di ajang pemilihan putri Indoensia yang membawa nama Aceh.

"Jika ia mengaku meminta izin dari ulama atau pemerintah daerah Aceh, harusnya Qori mengikuti aturan yang diterapkan bagi masyarakat Aceh. Jangan hanya
ngaku-ngaku saja tapi tidak mengikuti norma yang disepakati di Aceh," jelasnya.

Protes yang sama juga disampaikan Dinas Syariat Islam dan Majelis Adat Aceh (MAA). Kedua lembaga ini menegaskan agar Qori mematuhi budaya Aceh dalam
berbusana muslimah kalau masih tetap mengaku jadi utusan Aceh.

Pasalnya, kata Ketua MAA Mursyid Yahya, kalau ingin dibilang sebagai masyarakat Aceh, harus memakai pakaian muslimah, sesuai adat dan budaya Aceh. Apalagi Aceh punya aturan sendiri, khususnya soal penerapan Syariat Islam.

Ditambahkannya, tiga keistimewaan yang dimiliki Aceh, salah satunya sebagai daerah Syariat Islam. Jadi bila ada orang yang mengaku dari Aceh dan tidak
mengikuti aturan yang ada dan mengikuti aturan budaya timur dalam berpakaian maupun penampilan.

Karena dianggap tidak mengikuti aturan yang diterapkan di Aceh, sejumlah tokoh Aceh ini pun meminta Qori tidak mengaku berasal dari Aceh. Karena hal tersebut bisa memalukan masyarakat Aceh.

"Sebaiknya, kalau tidak berjilbab, Qori tidak usah mengaku sebagai utusan dari Aceh. Karena dia memang tidak mewakili masyarakat Aceh," tandas anggota Fraksi PKS di DPRA NAD tersebut.

Sumber= http://www.detiknews.com/read/2009/10/13/132435/1220548/159/menang-tapi-dianggap-bisa-memalukan
(ddg/iy)

Popular Posts